Pages

Wednesday, October 31, 2012

Hati seorang hamba (Markus 10:35-45)

 Apa yang akan anda lakukan jika ada seorang yang anda kagumi atw sangat anda hormati, menelfon dan berkata dia akan datang membersihkan rumah anda?. Mungkin respon yang nampak  adalah anda akan kaget, merasa tidak percaya, berkata itu mustahil, dan bahkan kita akan merasa mungkin diri kita sedang bermimpi. Tapi itulah yang hendak ditunjukkan oleh Allah kepada Dunia melalui pengutusan AnakNya ke dunia sebagai manusia biasa dan mengambil rupa seorang hamba.
“Hati boss tidak mungkin bisa melayani, hati hamba yang Tuhan cari..” merupakan ungkapan skaligus  refleksi dari Markus 10:35-45. Mengapa? Karena pada masa sekarang ini banyak oang yang mengerjakan pelayanan hanya untuk memperkaya diri. Misalnya mencari popularitas, atau sekedar sebagai kebanggaan diri. Sangat jarang menemui orang yang melayani dengan hati dan motivasi yang murni. Itulah sebabnya berbagai-bagai perpecahan terjadi di kalangan orang kristen. Semua orang merasa dirinya lebih baik, lebih pintar, lebih bisa dari orang lain, sehingga keegoisanlah yang dipertontonkan. Masalah hati memang sangat krusial. Tuhan Yesus mengecam ahli taurat dan orang farisi bukan karena aktifitas keagamaan mereka, tapi karena hati mereka yang penuh kebusukan dan kemunafikan. Sesungguhnya hal pertama yang Dia lihat dari pribadi yang melayani Nya adalah hati.
“Ia datang ke dunia ini bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani” suatu ungkapan yang mungkin sudah sering kita dengar dan terdapat dalam ayatnya yang ke 45.  Satu ungkapan yang menggambarkan tujuan Allah mengutus anaknya Yesus Kristus ke dunia ini. Maka hal inilah yang hendak Yesus ajarkan kepada murid-muridNya dan bagi setiap orang yang percaya kepadanya. Dalam pembacaan ini, Tuhan ingin menyampaikan pentingnya murid-murid memiliki hati seperti hamba.
Kata “Hamba” identik dengan kesederhanaan dan ketaatan. Seorang hamba akan melakukan apa saja yang diperintahkan tuannya. Sikap hati seperti inilah yang Yesus harapkan ada pada setiap diri manusia yang mau melayaniNya. Tapi sebelum kita melayani sesama, ada satu hal yang sering skali kita abaikan bahkan mungkin kita lupakan. Hal yang terpenting itu adalah “Relasi dengan Allah”. Banyak orang yang melayani sesama dengan embel-embel supaya dipuji, dihormati dan tidak dengan motivasi yang benar. Ketika kita disibukkan dengan berbagai-bagai pelayanan yang kita kerjakan, bahkan sampai kita mengabaikan urusan yang bersifat pribadi (kesehatan, waktu bersama keluarga,dll) dan yang paling fatal adalah kita bahkan tidak memiliki waktu khusus untuk berbicara secara pribadi dengan Tuhan. Hal ini terjadi karena pemahaman banyak orang tentang melayani Tuhan adalah aktif dalam kegiatan rohani di lingkungan gereja, yaitu dengan mengambil bagian dalam tugas tertentu. Jika demikian, maka kita perlu bertanya pada diri kita untuk siapa pelayanan yang kita kerjakan. Sebab barangsiapa mengasihi Tuhan, ia pasti melayani Tuhan. Sebelum kita melayani sesama, kita harus melayani Tuhan dulu.
Pelayanan yang murni lahir dari kecintaan kita kepada Allah. Kecintaan kepada Allah lahir dari relasi yang intim dengan Allah. Memiliki relasi yang intim dengan Allah akan melahirkan kerinduan yang mendalam kepada Allah. Seperti nyanyian Daud dalam Maz 28;1-2. Pemazmur sadar betul bahwa tanpa Tuhan dia seperti turun kedalam liang kubur. Demikianpun seharusya kita memiliki kebergantungan penuh kepada Allah dan membangun relasi yang intim denganNya. Jika kita mampu mengasihi dengan sungguh-sungguh Allah yang tidak kelihatan, maka tentulah kita juga pasti dapat mengasihi sesama kita yang kita layani.
Sebetulnya untuk melakukan kehendak Tuhan kita harus memahami pikiran dan perasaan Tuhan, sehingga melakukan segala sesuatu tepat seperti yang diingini-Nya. Mengenal kebenaran akan membuat kita menjadi cerdas untuk mengerti kehendak-Nya, dan dengan melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya, kita melayani-Nya. Kecintaan kita kepada Allah akan melahirkan sikap hati seorang hamba. Yang mau merendahkan diri, mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan perinta tuannya. Karena orang –orang yang melayani dengan hati seorang hambalah yang berhak untuk duduk disamping kanan dan kiri Allah.


Sunday, October 28, 2012

Epen k dengan koe......?


Istilah “Epen” sudah  sangat lazim di pendengaran orang-orang yang berada di daerah Indonesia bagian Timur, khususnya Papua. Istilah ini sesunggunya sudah lama, namun mulai dikenal banyak orang melalui cerita lucu “Mop” yang diperankan oleh seorang pria asal Merauke-Papua yang bernama Dodi. Yang saya hendak jelaskan bukanlah soal Mop dari papua ini melainkan Istilah yang sedang berkembang ini. Istilah “Epen = penting”. Jadi kalau ada yang mengatakan “Epen k dengan koe? atau Epen k dengan Dia?” berarti kita sedang menyatakan ketidak ingin tahuan kita dengan orang yang dengannya kalimat ini kita lontarkan. sesungguhnya kalimat ini mengandung makna Negatif yang merujuk pada adanya keegoisan dalam diri kita ketika mengeluarkan kalimat ini.
Egois= Individualisme, sesunguhnya mengandung arti mementingkan diri sendiri atau segala sesuatu berpusat pada dirinya sendiri, mendahulukan kenyamanan dan kentingan diri dengan mengorbankan kepentingan dan kenyamanan orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa sekarang keegoisan setiap individu sangat nampak kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Contoh kecil, membangun tembok yang setinggi mungkin untuk memagari rumah. Seakan tak mau orang lain mengganggunya dan pun tidak ingin mengetahui apa yang terjadi di sekeliling rumahnya. Orang yang egois adalah orang yang menjadikan dirinya sebagai pusat, mengutamakan kepentingan diri dan perasaannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan dan perasaan orang yang ada di sekitarnya.
Bacaan kita hari ini(Yacobus 3:13-18), sesungguhnya menentang akan hal keegoisan dalam mengerjakan pelayanan. Surat yang ditulis oleh Yacobus sendiri yang adalah saudara seibu Yesus Kristus ditujukan kepada kedua belas suku yang tersebar di antara bangsa-bangsa (Orang Kristen Yahudi) dan juga bagi setiap kita yang percaya. Isi dari kitab Yacobus sendiri menekankan bahwa memiliki Iman saja Tidaklah cukup. Kita harus memiliki Iman yang terlihat Nyata dalam perbuatan baik, dan itu meliputi kesombongan, prasangka, kemunafikan, keduniawian, lidah yang sukar dikendalikan, dan sikap Apatis.
Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain, bukan lagi hdup untuk diri sendiri atau mementingkan diri sendiri. Sehingga apabila ada orang Kristen yang mengerjakan pelayanan dan memiliki motivasi yang berpusat pada dirinya, sesungguhnya dia tidak pantas untuk melayani. Mengapa Yacobus dengan keras menentang sikap mementingkan diri sendiri pada ayat 14 dan 15? Karena sesungguhnya dai sikap inilah akan timbul kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Kita tahu bahwa orang yang egois akan melakukan apa saja demi mewujudkan apa yang diinginkan, tidak peduli hal itu menyakiti mengorbankan perasaan orang lain. Bila kita terus dikuasai dan dikendalikan oleh keegoisan, maka dalam diri kita akan timbul dosa yang bau yaitu kikir/pelit alias tidak punya belas kasihan/tidak murah hati terhadap orang lain. Jika demikian maka ini sungguh bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh Yesus yang harus dimiliki oleh orang yang mengerjakan pelayananNya. Alkitab menegaskan “hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati(luk 6:36) dan Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan (Matius 5:7)”.
Sesungguhnya, jangan lagi kita dikendalikan oleh keegoisan atau sikap mementingkan diri sendiri, karena jika hal itu terus menerus kita biarkan, maka itu bisa menjadi batu sandungan bagi diri kita dan orang lain. Jika demikian, mari melihat kedalam diri kita masing-masing. Buang sift egoisme atau sikap mementingkan diri sendiri dan hiduplah sebagai orang-orang yang memiliki sikap murah hati seperti yang dimiliki Bapa kita yang adalah pemilik pelayanan yang kita kerjakan. Sehingga ketika sang Tuan pulang, kita kedapatan menjadi pekerja-pekerja yang bertanggung jawab dengan pekerjaan yang sudah dipercayakan kepada kita. Kita diselamatkan hanya oleh Iman, tetapi iman yang menyelamatkan ini tidaklah berdiri sendiri. Iman kita dinyatakan melalui ketaatan dan buah yang dihasilkan melalui pelayanan yang kita kerjakan.Amin