“Hati boss tidak mungkin bisa melayani, hati hamba yang Tuhan
cari..” merupakan ungkapan skaligus refleksi dari Markus 10:35-45.
Mengapa? Karena pada masa sekarang ini banyak oang yang mengerjakan pelayanan
hanya untuk memperkaya diri. Misalnya mencari popularitas, atau sekedar sebagai
kebanggaan diri. Sangat jarang menemui orang yang melayani dengan hati dan
motivasi yang murni. Itulah sebabnya berbagai-bagai perpecahan terjadi di
kalangan orang kristen. Semua orang merasa dirinya lebih baik, lebih pintar,
lebih bisa dari orang lain, sehingga keegoisanlah yang dipertontonkan. Masalah
hati memang sangat krusial. Tuhan Yesus mengecam ahli taurat dan orang farisi
bukan karena aktifitas keagamaan mereka, tapi karena hati mereka yang penuh
kebusukan dan kemunafikan. Sesungguhnya hal pertama yang Dia lihat dari pribadi
yang melayani Nya adalah hati.
Kata “Hamba” identik dengan kesederhanaan dan ketaatan. Seorang
hamba akan melakukan apa saja yang diperintahkan tuannya. Sikap hati seperti
inilah yang Yesus harapkan ada pada setiap diri manusia yang mau melayaniNya.
Tapi sebelum kita melayani sesama, ada satu hal yang sering skali kita abaikan
bahkan mungkin kita lupakan. Hal yang terpenting itu adalah “Relasi dengan
Allah”. Banyak orang yang melayani sesama dengan embel-embel supaya dipuji,
dihormati dan tidak dengan motivasi yang benar. Ketika kita disibukkan dengan
berbagai-bagai pelayanan yang kita kerjakan, bahkan sampai kita mengabaikan
urusan yang bersifat pribadi (kesehatan, waktu bersama keluarga,dll) dan yang
paling fatal adalah kita bahkan tidak memiliki waktu khusus untuk berbicara
secara pribadi dengan Tuhan. Hal ini terjadi karena pemahaman banyak orang
tentang melayani Tuhan adalah aktif dalam kegiatan rohani di lingkungan gereja,
yaitu dengan mengambil bagian dalam tugas tertentu. Jika demikian, maka kita
perlu bertanya pada diri kita untuk siapa pelayanan yang kita kerjakan. Sebab
barangsiapa mengasihi Tuhan, ia pasti melayani Tuhan. Sebelum kita melayani
sesama, kita harus melayani Tuhan dulu.
Pelayanan yang murni lahir dari kecintaan kita kepada Allah.
Kecintaan kepada Allah lahir dari relasi yang intim dengan Allah. Memiliki
relasi yang intim dengan Allah akan melahirkan kerinduan yang mendalam kepada
Allah. Seperti nyanyian Daud dalam Maz 28;1-2. Pemazmur sadar betul bahwa tanpa
Tuhan dia seperti turun kedalam liang kubur. Demikianpun seharusya kita
memiliki kebergantungan penuh kepada Allah dan membangun relasi yang intim
denganNya. Jika kita mampu mengasihi dengan sungguh-sungguh Allah yang tidak
kelihatan, maka tentulah kita juga pasti dapat mengasihi sesama kita yang kita
layani.
Sebetulnya untuk melakukan kehendak Tuhan kita harus memahami
pikiran dan perasaan Tuhan, sehingga melakukan segala sesuatu tepat seperti
yang diingini-Nya. Mengenal kebenaran akan membuat kita menjadi cerdas untuk
mengerti kehendak-Nya, dan dengan melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya, kita
melayani-Nya. Kecintaan kita kepada Allah akan melahirkan sikap hati seorang
hamba. Yang mau merendahkan diri, mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya
sesuai dengan perinta tuannya. Karena orang –orang yang melayani dengan hati
seorang hambalah yang berhak untuk duduk disamping kanan dan kiri Allah.